Mengenal Thalasemia: Penyakit Genetik yang Sering Terlupakan
Mengenal Thalasemia: Penyakit Genetik yang Sering Terlupakan
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan dari orang tua kepada anak. Meski tergolong penyakit genetik yang cukup umum, terutama di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia, kesadaran masyarakat terhadap thalasemia masih rendah. Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka adalah pembawa sifat (carrier), hingga akhirnya terlambat saat anak mereka lahir dengan kondisi thalasemia mayor—bentuk thalasemia yang paling parah.
Apa Itu Thalasemia?
Thalasemia adalah gangguan pada produksi hemoglobin, yaitu protein dalam sel darah merah yang bertugas membawa oksigen ke seluruh tubuh. Pada penderita thalasemia, tubuh tidak mampu memproduksi hemoglobin dalam jumlah atau bentuk yang cukup, sehingga menyebabkan anemia kronis. Terdapat dua jenis utama thalasemia, yaitu alfa dan beta, tergantung pada bagian hemoglobin yang terpengaruh.
Tipe thalasemia yang paling berat, seperti thalasemia mayor, membutuhkan transfusi darah rutin seumur hidup. Jika tidak ditangani, komplikasinya bisa sangat serius—mulai dari gangguan tumbuh kembang hingga kerusakan organ.
Mengapa Sering Terlupakan?
Salah satu alasan thalasemia sering terlupakan adalah karena pembawa sifat (carrier) biasanya tidak menunjukkan gejala apa pun. Mereka tampak sehat dan tidak menyadari bahwa mereka membawa gen cacat yang bisa diturunkan. Hal ini membuat pernikahan antar sesama carrier berisiko besar melahirkan anak dengan thalasemia mayor.
Sayangnya, skrining atau pemeriksaan darah sederhana untuk mengetahui status carrier belum menjadi bagian dari pemeriksaan rutin pranikah atau remaja di Indonesia. Akibatnya, thalasemia baru diketahui saat anak lahir dengan kondisi berat.
Dampaknya Bukan Hanya Medis, tapi juga Sosial dan Ekonomi
Pengobatan thalasemia mayor tidak hanya mahal, tetapi juga menuntut waktu dan perhatian besar. Anak-anak dengan thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah rutin setiap dua hingga empat minggu serta terapi kelasi besi untuk mencegah penumpukan zat besi di tubuh. Ini bisa menjadi beban besar bagi keluarga, baik dari sisi finansial, psikologis, maupun sosial.
Selain itu, pasien thalasemia sering menghadapi diskriminasi atau rasa minder karena perbedaan fisik, keterbatasan aktivitas, dan stigma dari masyarakat yang belum paham.
Pencegahan: Skrining Adalah Kunci
Salah satu cara paling efektif untuk mengendalikan thalasemia adalah melalui skrining pranikah dan edukasi genetik. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi pasangan yang berisiko melahirkan anak dengan thalasemia mayor. Jika kedua pasangan terbukti carrier, mereka dapat diberi konseling genetik untuk memahami risiko dan pilihan yang tersedia, termasuk program bayi tabung dengan seleksi embrio.
Beberapa negara, seperti Siprus dan Iran, telah berhasil menurunkan angka kelahiran penderita thalasemia melalui program nasional skrining carrier. Indonesia pun bisa mencapai hal serupa jika masyarakat dan pemerintah bekerja sama.
Saatnya Peduli
Thalasemia bukan hanya urusan individu atau keluarga penderita—ini adalah isu kesehatan masyarakat. Edukasi, pencegahan, dan deteksi dini harus menjadi prioritas. Dengan mengenali thalasemia lebih awal, kita dapat mencegah penderitaan generasi berikutnya.
Ingat, menjadi carrier bukanlah aib. Yang penting adalah tahu status genetik kita dan mengambil langkah bijak sebelum menikah atau merencanakan keturunan. Saatnya kita berhenti melupakan thalasemia, dan mulai peduli.
Jika mengalami keluhan tentang kesehatan seperti di atas , yuk segera periksa dan konsultasikan ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam IHC RS Elizabeth Situbondo.
HUBUNGI KAMI